Oleh Catur Wibawa
Aku dan masa kecilku berseteru
Kami jarang bertemu
Masa kecilku suka sembunyi di balik pintu
Tapi, malam-malam menjelang tidurku
Aku sering mendengar ia menangis tersedu-sedu
Lama-lama, aku rindu juga padanya
Dan rindu terus menyerangku
Sampai aku terpaksa berjanji untuk bunuh diri jika rasa rindu ini
tak segera dipenuhi
Berulang kuketuk dan kubujuk
Sebelum daun pintu itu akhirnya terbuka
dan terempas debu-debu yang membikinnya tampak tua
Aku melihat masa kecilku tersenyum. Polos
Dan sekalian manja.
(terus terang itu yang paling kusuka darinya)
tapi matanya tak bisa menyembunyikan pedih luka yang seperti
telah ditabung lama sejak ia belum bernama.
(dan luka ini yang paling kubenci darinya)
kami saling pandang. Membiarkan mata kami
berbicara dengan bahasa yang tak dimengerti kata-kata.
lalu serentak kami berangkulan.
Membiarkan jarak itu luluh oleh kerinduan
Sekarang telah kami ikat janji untuk saling setia.
Ia mulai memahamiku.
Selama ini ia bukannya benci.
Ia cuma tak tega melihat aku tak bisa lagi bahagia.
Seperti dulu waktu masih menjadi dirinya.
Aku pun diam-diam mencintai luka-lukanya
Karena yakin bahwa luka-luka itu akan menjadi makna yang
membuat adaku sempurna
(Okt 2003)
Jumat, 23 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar