Jumat, 23 November 2007

Tlon, Uqbar dan Orbis Tertius: Ensiklopedia Labirin Imaji Jorge Luis Borges

Oleh Agus Sulistyo

The visible universe was an illusion or, more precisely, a sophism. Mirrors and fatherhood are abominable because they multiply it and extend it 1.

Petikan itu kutemukan dalam Encarta ketika satu per satu kata Tlon, Uqbar, dan Orbis Tertius kumasukkan secara bergantian dalam search engine yang tersedia. Kutipan itu kutemukan berkat denyar pikir penasaranku atas judul tulisan Borges yang kubaca dari terjemahan Hasif Amini. Sementara itu, Hasif 2 - temanku yang mengaku pernah bertatap-muka dengannya menyebutnya demikian- menerjemahkannya, “...alam semesta kasatmata ini adalah suatu ilusi atau (tepatnya) sebentuk sofisme. Cermin dan dan hubungan suami istri sama buruknya karena keduanya melipatgandakan dan menyebarluaskan alam semesta3.”

Dalam terjemahan tulisan George Luis Borges (1899-1986) itu, diceritakan bahwa kata-kata itu keluar dari mulut Adolfo Bioy Casares (1914-1999) di gagang telepon setelah menemukan jilid XLVI The Anglo-American Cyclopaedia di Buenos Aires. Bioy bermaksud meyakinkan Borges tentang bunyi kutipan salah seorang cendekiawan penyebal -anonim- di Uqbar pada percakapan seusai makan malam yang berakhir menggantung. Mereka berdua berbincang panjang lebar tentang kemungkinan menulis novel dengan pencerita orang pertama di mana dia menghilangkan atau menyelewengkan fakta-fakta, dan bermain-main dengan kontradiksi sehingga hanya segelintir pembaca -sangat sedikit pembaca- yang mampu menangkap kenyataan banal yang mengerikan dibalik novel tersebut...

‘Seperti laba-laba, yang membangun rumahnya sendiri’, begitu Borges mengutip Alquran XXIX:41. Itu kutemukan di cerpen lain, halaman sebelumnya dalam tulisan terjemahan Hasif yang diberi judul mencurigakan: Ibn Hakkan al-Bokhari Mati di Dalam Labirinnya Sendiri 4. Dan, sekarang gantian aku yang mengutip awal ceritanya:

“Kira-kira seperempat abad yang lalu,” kata Dunraven, ”Ibnu Hakkan al-Bokhari, pemimpin atau raja entah suku apa di sekitar Sungai Nil, tewas di ruang tengah rumah ini di tangan sepupunya Zaid. Setelah sekian lama, fakta-fakta di seputar kematiannya masih saja tidak jelas.”

Uwin, seperti biasanya, bertanya mengapa demikian.

“Ada beberapa alasan,” jawabnya,”Pertama, rumah ini adalah sebuah labirin. Kedua, ia dijaga oleh seorang budak dan seekor singa. Ketiga, setimbun harta karun di sana lenyap. Keempat, pembunuhnya pun tewas ketika pembunuhan itu terjadi. Kelima....“

Capai mendengarkan, Uwin langsung memotong.

“Jangan melipatgandakan misteri,”katanya. “Tapi pertahankan sesederhana mungkin! Ingat surat curian (Allan) Poe (1809-1849); ingat bilik terkunci Zangwill!”

“Atau jadikan sekompleks mungkin “ tukas Dunraven. “Ingat alam semesta.”

Ha, kata lain yang mungkin lebih tepat adalah perihal sepele yang disembunyikan -ditutup-tutupi- dengan fakta-fakta yang dahsyat? Astaga, kerut-kening dan kerja keras usaha untuk menemukan jejak-jejak fakta itu tidak sebanding dengan nilainya? Aku sepakat dengannya, itu mengerikan; membuatku tersenyum pilu oleh karena rasa pusing yang aneh. Bagaimana itu terjadi? Ha-ha-ha, aku coba meniru-niru Borges sekarang....

I
Uqbar dan Tlön


Borges mengaku menemukan Uqbar -astaga, dikatakannya, itu terjadi lima tahun lampau terhitung dari waktu ia mengatakannya- berkat pertautan antara selembar cermin dan sejilid ensiklopedia. Dikatakannya, cermin itu tergantung di ujung koridor sebuah rumah di jalan Ganoa di kawasan Ramos Mejia. Keduanya -cermin dan sejilid ensiklopedi itu- terpaut oleh lontaran Bioy pada suatu makan malam: salah seorang cendekiawan penyebal di Uqbar berpendapat bahwasanya cermin dan senggama sama buruknya karena keduanya memperbanyak jumlah manusia. Namun, artikel mengenai Uqbar seperti apa yang dikatakan Bioy, tidak ditemukan dalam The Anglo-American Cyclopaedia yang ada dalam rumah sewaan tempat mereka berbincang -seperti yang disebutkannya sebagai sumber acuan kata-katanya. Bahkan, Bioy pun tak menemukannya pada jilid Indeks. Beberapa hari setelah memberitahukan Borges melalui telepon dari Buenos Aires bahwa ensiklopedi yang dimaksud telah ada di tangannya, Bioy mendatangi Borges, dan menunjukkan empat halaman artikel tentang Uqbar.

Kalimat yang dikutip Bioy mungkin satu-satunya bagian yang menakjubkan. Selebihnya, tampak sangat masuk akal, selaras dengan keseluruhan corak penulisannya, dan (alhasil) agak membosankan. Di balik kerapian gaya prosanya, terdapat suatu kekaburan mendasar. Begitulah komentar Borges.

Dari empat belas nama yang tertera di bagian geografi, Borges dan Bioy hanya mengenali tiga -Khurasan, Armenia, Erzurum- yang dihubung-hubungkan dalam teks secara membingungkan. Dari nama tokoh-tokoh sejarah, hanya satu: Smerdis, ahli sihir gadungan, yang dikilaskan lebih sebagai kiasan. Tulisan tersebut sepertinya hendak menegaskan juga batas-batas wilayah Uqbar namun dengan menggunakan acuan-acuan samar, yakni sungai-sungai dan kawah-kawah dan jajaran pegunungan yang termasuk di dalam wilayah itu juga. Dataran rendahTsai Khaldun dan Axa Delta menandai batas selatan, serta di pulau-pulau sekitar delta itu hidup dan berkembang biak kuda-kuda liar. Di bagian sejarah (halaman 920), tertulis, para penganut paham ortodoks mengungsi ke pulau-pulau itu akibat suatu penyiksaan religius pada abad ke-13; prasasti-prasasti yang berupa batuan cermin dari dalam tanahnya, bisa ditemukan hingga sekarang. Satu hal yang hal yang layak dicatat: disebutkan bahwa sastra Uqbar bercorak fantasi dan epik serta legenda-legendanya tak sedikit pun merujuk pada realitas melainkan pada dua wilayah imajiner bernama Mlejnas dan Tlön....

Astaga, ini satu-satunya petunjuk yang mempertautkan Uqbar dengan Tlön: bahwa Tlön -selain Mlejnas- merupakan wilayah imajiner yang menjadi rujukan (referensi) bagi sastra di Uqbar yang bercorak fantasi dan epik.

Namun, menurut Borges, ensiklopedi tersebut dinamai secara menyesatkan: The Anglo-American Cyclopaedia (New York, 1917), cetakan ulang dari Encyclopaedia Britanica edisi 1902 -alhasil sama persis namun menyimpang. Yang dibawa, Bioy memang Jilid XLVI The Anglo –American Encyclopaedia. Diamatinya, pada halaman su-judul dan gigir sampul, tanda urut abjadnya (Tor-Ups) sama dengan ensiklopedi yang ada dalam rumah sewaan tersebut, tetapi jumlah halamannya bukan 917 melainkan 921. Empat halaman tambahan yang tidak tercakup dalam jilid indeks maupun abjad tersebut berisi tentang Uqbar. Meskipun sebelumnya Bioy mengatakan bahwa itu suatu wilayah di Irak atau Asia Kecil, pencarian yang sia-sia ke dalam atlas terbaik dunia Justus Perthes meneguhkan keraguan Borges terhadap Bioy. Dia menduga negeri tak terdaftar serta tokoh penyebal anonim tadi tentu rekaan (yang timbul dari kesahajaan) Bioy untuk memperkuat pernyataannya. Namun, teks itu telah ada di depan matanya. Itu mendorong penelusurannya ke seluruh isi perpustakaan nasional. Namun, hasilnya nihil. Bahkan, setelah menemukan ensiklopedi yang sama di sebuah toko buku, Carlos Mastronardi -yang telah diberitahu Borges soal ini- tak menemukan artikel tersebut di dalamnya.

Akhir babak ini tidak memuaskan, bukan? Itu pun berlaku bagi Borges. Namun, terbuka pula bahwa ini sebuah kesengajaan. Kata lain yang lebih tepat adalah ‘trik’ pencerita -siapa lagi, kalau bukan Borges- untuk membuat pembacanya tetap bertahan. Alasan yang dapat aku rumuskan -sebagai pembaca-: keterkaitan keduanya (Tlön dan Uqbar) belum kutemukan sesuai dengan judul yang telah tertera, dan terlanjur membuatku jatuh penasaran.


II
ORBIS TERTIUS dan Tlön


Dalam terjemahan Hasif, dicantumkan keterangan tambahan (apendiks) bahwa orbis tertius adalah nama untuk planet bumi dalam kosmografi di jaman Renaisans. Kata orbis berasal dari kata benda latin yang berarti lingkaran -kata ini lazim dirangkaikan dengan kata terrarum yang kemudian diartikan seluruh bumi-, sedangkan, kata tertius merupakan kata bilangan tingkat (numeralia cardinalia)5 yang berarti ketiga. Maka, secara harafiah kata itu berarti lingkaran atau bumi ketiga. Apakah istilah ini digunakan Borges untuk negara dunia ketiga? Borges tidak berkata demikian secara eksplisit.

Tulisan itu ditemukan Borges (berupa inskripsi) di atas cap biru berbentuk oval -tentu gambar bola dunia- di halaman pertama ensklopedi berbahasa Inggris 1001 halaman: A First Encyclopaedia of Tlön. Volume XI. Haer to Jangr. Ia menemukannya di pojok bar dalam bentuk paket yang tercatat dari Brazil. Paket itu ditujukan kepada Herbert Ashe -insinyur jawatan kereta api daerah selatan, yang juga teman catur dan tukar pinjam buku ayah Borges- yang meninggal akibat pendarahan gondok nadi beberapa hari sebelumnya -tercatat September 1937. Kenangan yang masih tersisa adalah dua topik percakapan yang pernah terjadi: tentang sistem bilangan duodesimal (dimana 12 ditulis10): Ashe mengatakan dia sedang menyalin tabel duodesimal ke dalam sistem seksadesimal (dimana 60 ditulis 10) atas tugas dari seorang Norwegia di Rio Grande do Sul, serta tentang capanga dan asal usul kata gaucho dari bahasa Brazil. Alhasil, keduanya berakhir menggantung.

Sampai disini saja bagiku, petunjuk keterkaitan antara Orbis Tertius dan Tlön telah terjawab: keduanya terkait oleh sejilid ensiklopedi: A First Encyclopaedia of Tlön. Volume XI -dan (cukup mencurigakan) dalam edisi bahasa Inggris Bukankah Uqbar dan Tlön sebelumnya juga demikian? Apa lagi, Secara provokatif, Borges mengatakan bahwa di tangannya telah tergenggam sebuah fragmen utuh sejarah planet tak dikenal, lengkap dengan beragam arsitektur dan kartu kocoknya, keseraman mitologi-mitologi dan berbagai dialek bahasanya, para penguasa dan samudera-samuderanya, aneka mineral dan burung-burung serta ikan-ikannya, aljabar dan apinya, perdebatan-perdebatan teologi dan metafisikanya. Ha, uraian tentang hal ini, harusnya, lebih memuaskan dari pada ensiklopedi bajakan kepunyaan Bioy... ,yang katanya dibelinya pada sebuah bazaar.

Dalam jilid (volume) XI ensiklopedi tersebut, terdapat bagian-bagian yang menjadi rujukan atas jilid sebelum atau sesudahnya. Nestor Ibbara6 menyangkal adanya jilid-jilid tersebut dalam salah satu artikel (di N.R.F7), namun Ezequel Martinez Estrada8 dan Drieu La Rochele9 kemudian menyanggah penyangkalan secara lebih meyakinkan. Pendapat keduanya tidak mengubah fakta yang terjadi: bahwasanya tak ada satu petunjuk pun yang mengarah pada titik terang keberadaan jilid-jilid lainnya. Penelusuran di perpustakaan-perpustakaan di Amerika Selatan, Amerika Utara, dan Eropa telah dilakukan. Hasilnya masih juga nihil. Bahkan, Alfonso Reyes (1889-1952), saking kesalnya, mengusulkan untuk menyusun kembali jilid-jilid yang telah raib itu. Satu generasi ahli Tlön cukuplah; begitu katanya. Cetusan ini mengantar Borges ke pembayangan bahwa dunia ajaib itu adalah karya suatu kelompok rahasia yang terdiri dari para astronom, biolog, ahli teknik, metafisikawan, ahli kimia, ahli aljabar, moralis, pelukis, ahli geometri, yang dipimpin seorang genius yang tidak dikenal namun memiliki kecanggihan daya cipta sehingga mampu mengorganisasikannya ke dalam suatu rencana ketat dan sistematis. Tentu, Borges memperkuatnya dengan penyangkalan terhadap hipotesis pencipta tunggal Ensiklopedi ajaib itu. Ha, dia menambahkannya sebagai sosok ilahi Baron Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646-1716) yang diam-diam berkerja sendirian. Nah, apakah penolakannya itu terkait dengan penolakan pandangan spekulatif Leibniz (monadologinya) tentang harmoni yang telah ditetapkan sebelumnya, yang bersifat rasional dalam kaitannya dengan monad pertama (allah)10?

Ini mengingatkanku kembali kepada kata-kata Dunraven. Jadikan sekompleks mungkin; ingat alam semesta? Apalagi, Borges juga menambahkan bahwa mula-mula Tlön tampak seperti suatu khaos luar biasa, hasil permainan imajinasi yang liar dan gila; namun berangsur-angsur memang kelihatan sebentuk kosmos....

Konsep tentang alam semesta Tlön berpijak pada idealisme. Itu dilukiskan Borges dengan penyangkalannya terhadap uraian David Hume (1711-1776), bahwa sesuatu tidak dapat dipahami sebagai keseluruhan11 –dan dengan demikian ia hendak menunjukan perimaan terhadap argumen George Berkeley (1685-1753). Namun, kemudian, yang terpapar selanjutnya justru menunjukan peneguhan argumen Hume tersebut. Dunia merupakan aneka rentetan tindakan yang berdiri sendiri, bersifat berurutan dalam rentang waktu (temporal), dan bukan sekumpulan objek dalam ruang (spasial). Maka, proses mencerap (mengindera) segumpal asap di langit, api yang berkobar di sebuah dataran serta sebatang puntung cerutu yang menyebabkan kebakaran semata-mata dianggap sebagai contoh asosiasi gagasan. Pertautan gagasan tersebut tidak memepengaruhi, atau menerangi keadaan sebelumnya. Alasannya, setiap keadaan pikiran tidak dapat direduksi, bahkan tindakan menamai sesuatu hal (ke dalam sistem klasifikasi) sekaligus memuat penyangkalan terhadap hal tersebut. Maka, lenyaplah keabsahan ilmu-ilmu.

Paradoksnya, masih ada ilmu pengetahuan, bahkan ditemukan tak terbilang banyaknya. Dalam filsafat Tlön, berlangsung pula proses yang sama dengan apa terjadi pada kata benda dalam bahasa belahan utara. Kata benda dibentuk dengan menggabungkan macam-macam kata sifat. Dicontohkan Borges, untuk menunjuk kata bulan (kata benda) digunakan serangkaian kata sifat: “bulat-terang-bening-atas-kelam” atau “jingga-pucat-di-luas-langit“ atau rangkaian kombinasi kata-kata sifat lainnya. Sehingga, kenyataan tak diakui adanya kata benda justru menyatakan pelipatgandaannya dalam jumlah yang nyaris tak berhingga. Untuk menunjukkan kembali paham idealisme Tlön, Borges juga menambahkan bahwa objek benda (material) nyata yang dijadikan referesi adalah kasus istimewa. Soalnya, perangkaian kata benda dan sifat yang lazim terjadi mengacu pada objek-objek abstrak.

Ha, ini membuatku ternganga....Artinya, peneguhan argumen Hume tersebut ternyata memang kemudian mengantarkan kembali pada penggebahan terhadapnya. Dan dengan demikian, itu kembali memperkuat argumen keberadaan jilid-jilid lain ensiklopedi tersebut –meski perbincangan ini kemudian menjadi tak menarik lagi.

Persoalannya, justru ada pada pada batas kesadaran bahwa suatu sistem selalu berada di bawah subordinasi alam semesta dalam satu aspek ‘tertentu’. Argumen ini didasari oleh kemustahilan terangkumnya waktu sekarang dan lampau. Masa datang hanyalah pengharapan masa kini, dan masa lampau tak lebih dari ingatan masa kini. Ditambahkannya bahwa aliran lain menyatakan, seluruh waktu telah berlangsung, dan hidup cuma secercah ingatan redup, rusak atau terbuka juga pada kemungkinan kekeliruan; sementara, waktu mengalir tak terulang. Ada pula aliran pemikiran yang menarik sisi kelamnya sebagai karya makhluk setengah dewa yang lahir dari perselingkuhannya dengan iblis. Sementara, muncul juga gagasan para pelarian yang bersembunyi di balik sistem sandi semesta yang menyatakan kebenaran hanya sekali tiap tiga ratus malam. Dan, sisanya menganggap setiap orang adalah dua orang yang dipisahkan oleh ruang namun dihubungkan oleh aliran waktu yang sama. Namun, Borges terlanjur menyatakan suatu pernyataan bahwa para metafisikawan Tlön tidak berikhitiar untuk mencari kebenaran tetapi mencari kebenaran atau serangkaian upaya untuk mendekatinya tetapi berlomba-lomba mengejar kedahsyatan. Dan, lagi-lagi secara provokatif, dia menambahkan bahwa filsafat Tlön adalah cabang dari sastra fantasi. Apakah ini cara Borges menghindari lubang nihilisme yang ditinggalkan Hume?

Meski gagasan Zeno di tolak dengan mengajukan Hume, sebagai metafor gagasannya yang agak berlebihan, paradoks Zeno dari Elea (abad kelima SM) dipakainya untuk memasukkan suatu kasus sofistikasi yang disebutnya skandal materialisme:

Pada hari selasa, X melewati sebuah jalan lengang dan kehilangan sembilan keping koin tembaga. Hari Kamis, Y menemukan di jalan itu empat koin, agak berkarat akibat hujan hari Rabu. Hari Jumat, Z menemukan tiga tiga koin di jalan tadi. Jumat pagi, X menemukan dua koin di koridor rumahnya. [Sang penyebal mencoba melakukan deduksi, dari cerita ini, tentang realitas -yakni kontinuitas- sembilan koin yang ditemikan kembali itu.] Sungguh muskil [tandasnya] membayangkan empat dari sembilan koin tersebut tidak eksis antara Selasa dan Kamis, tiga koin antara Selasa dan Jumat, tiga koin antara Selasa dan Jumat, dua koin antara Selasa dan Jumat pagi. Adalah logis berfikir bahwa kesemuanya eksis -setidaknya secara rahasia, tersembunyi dari pemahaman manusia— pada setiap saat dari tiga rentang waktu tersebut.

Sudah tentu, kasus itu disebutkan sebagai skandal materialisme. Soalnya, kata kuncinya: konsep tentang alam semesta Tlön berpijak pada idealisme. Namun, terbuka juga bahwa persoalan ini menandai polarisasi monisme ke dalam monisme materialis dan monisme spiritualis. Gagasan yang kemudian dianggap Borges mendapatkan tempat bagus: subjek tunggal adalah setiap makhluk di alam semesta dan makhluk-mahkluk ini merupakan organ-organ dan topeng Sang Maha Kudus. X adalah Y dan Y adalahZ. Z menemukan menemukan tiga koin karena ingat X telah menghilangkannya; X menemukan dua koin di koridor karena dia ingat koin-koin lainnya telah ditemukan….

Alhasil, jilid XI tersebut mengungkapkan tiga ulasan yang menentukan keberjayaan pantheisme. Pertama, penolakan atas solipsisme (ajaran yang menyangkalan adanya realitas diluar diri sendiri), kedua mempertahankan landasan psikologi ilmu-ilmu; ketiga, kemungkinan mempertahankan pemujaan kepada para dewata.

Namun, seperti yang sudah-sudah, pengungkapan ini bukanlah jawaban final yang ultim karena pengungkapan berarti membuka kemungkinan untuk kembali menggebahnya atau kembali melipatgandakan persoalan. Satu pertimbangan yang bagiku sangat mungkin, Borges telah memiliki simpati yang besar terhadap Berkeley, filsuf dan rohaniwan Irlandia, pendukung idealisme bahkan solipsisme, dan penentang empirisme John Locke (1632-1704). Idea-idea abstrak yang ditarik dari objek konkret berada di luar kesadaran subjek Locke ditolak Berkeley dengan mengajukan gagasannya bahwa idea dan objek yang diacu tersebut berasal dari ide dan kesadaran yang sama. Jadi, yang ditolak dari Locke adalah pembedaan antara pengalaman yang berasal dari objek dan idea sebagai apa yang dicerna subjek. Penolakan terhadap pandangan metafisis yang tidak dapat dipersepsi secara umum dikenal dalam ucapannya: esse est percipi (being is being perceived). Arti yang lebih jauh, dunia material sama dengan idea-idea kita sendiri. Ini kemudian yang ditangkap sebagai solipsisme. Pemutlakan terhadap subjek ini memancing banyak orang untuk memahaminya sebagai pengikut rasionalisme, namun prinsip pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman membuatnya kelihatan sebagai pengikut empirisme12.

Namun, fakta yang disodorkan Borges kemudian: bahwasanya George Berkeley merupakan salah satu nama yang tercantum dalam suatu kelompok rahasia abad 17 dengan tekad penuh suci –dikatakan pada suatu malam pertemuan di Lucerne London- berencana untuk mendirikan sebuah negeri (khayali). Perjanjian turun temurun itu berjalan baik. Pada tahun 1824 seorang anggota dari kelompok itu bertemu dengan Ezra Buckley, seorang hartawan asketis di Memphis, Tennnense. Buckey bersedia membantu dengan hartanya dengan syarat: mahakarya itu tidak akan bersekutu dengan Yesus Kristus. Buckley tewas diracun pada tahun 1828; pada tahun 1914, kelompok itu menyerahkan jilid akhir dari 40 jilid A First Encyclopaedia of Tlön kepada anggotanya yang berjumlah tiga ratus orang. Ensiklopedi itu ditulis masih dalam bahasa Tlön. Revisi atas dunia khayali ini untuk semetara dinamakan Orbis Tertius. Fakta itu ditemukan di selembar surat berstempel Ouro Preto yang ditandatangani oleh Gunnar Erfjord, terselip di antara halaman-halaman buku karya Hinton kepunyaan Herbert Ashe. Dengan demikian, dikatakan bahwa hipotesis Martinez Estrada benar. Dan, sekitar tahun 1944, seorang yang sedang mengadakan riset untuk koran The American menjumpai ke-40 jilid tersebut.

Kembali berbicara tentang sastra Tlön, Borges mengungkapkan bahwa karya fiksi Tlön hanya memiliki satu alur cerita dengan kemungkinan permutasinya. Kata lain yang lebih cocok untuk permutasi adalah pencerminan (refleksi) atau persenggamaan. Jika dunia materi adalah ilusi, melipatgandakannya berbahaya, sama halnya menyusun labirin bagi dirinya sendiri. Petunjuk ini kutemukan dalam cerpen karya Borges yang berjudul Taman Bercecabang13:
..........................................................................................
Barangsiapa hendak melaksanakan perbuatan laknat harus dibayangkan olehnya bahwa perbuatannya telah terlaksana, serta telah ditetapkan atas dirinya suatu masa depan sekokoh masa silamnya.
..........................................................................................
Maka, bertempurlah para pahlawan itu, damai hati mereka, berdarah pedang mereka, dan baginya takdir telah ditetapkan untuk membunuh dan terbunuh di medan laga.
..........................................................................................
Bagiku, harusnya sandaran itu cukup kuat bagi Yu Tsun dalam menyelesaikan misinya untuk membunuh Stephen Albert untuk menunjukkan nama kota rahasia yang harus diserbu: Albert.
..........................................................................................
Aku tinggalkan untuk beragam masa depan (bukan untuk semua) taman jalan setapak bercecabang ini.
..........................................................................................
Dalam tiap kali seseorang dihadapkan beberapa alternatif, dia memilih salah satu dan meninggalkan yang lain; dalam fiksi Ts’ui Pen, dia memilih -sekaligus semuanya. Dengan cara ini, beliau menciptakan berbagai masa depan yang berbeda-beda, waktu yang beraneka, masing-masing terus berkembang biak dan kian bercabang-cabang.
..........................................................................................

Namun, diceritakan bahwa sebelum hukuman gantung dilaksanakan, rasa ngilu dan sesal masih merayapi kedalaman hati Yu Tsun.

***
Maka tahun khayali itu
Menggelar kesalahan, dan kebenaran baru,
Menggulung yang lama, sebaliknya;
Semua orang adalah penari dan langkah mereka
Berduyun ke dentang gong yang keras
Membahana14

—William Butler Yeats (1865-1939), The Tower.
Epilog:

Suatu masa silam fiktif mulai menggusur masa silam lain dalam ingatan buram, dan menghapus sejarah yang pernah dituturkan di masa kanak-kanak. Dan, kenyataan takluk di bawah penggambaran yang beraneka ragam, dan siap bagi aneka ragam penggambaran terhadapnya.

Ah, sepuluh tahun silam (1930-an), setiap simetri yang mencerminkan suatu keteraturan -materialisme dialektis, antisemitisme, Nazism- sudah cukup memabukkan pikiran manusia. Apa lagi yang bisa dilakukan selain menyerahkan diri ke bawah kuasa Tlön dengan kehidupan yang teratur sempurna? Tlön adalah suatu labirin rekaan manusia, permainan tingkat ahli catur. Ah, benar juga kata Borges, Tlön, Uqbar dan Orbis Tertius -bagiku ketiganya- terpaut oleh dua jilid ensiklopedi dan ilusi kaca cermin di antara semerbak bunga sedap malam di Hotel Adrogué, tempat Borges menikmati hari-hari tenteram dan sunyi.

Yogyakarta, Mei 2005

Catatan Akhir

1Appears in a quotation about reality, Jorge Luis Borges (1899 - 1986), Argentinian writer and poet., Ficciones, "Tlön, Uqbar, Orbis Tertius", Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.

2Lihat Amini, Hasif, Labirin Impian, Yogyakarta:LKiS, 1999, hlm 18-43. Terjemahannya saya jadikan referensi utama dalam tulisan ini, dan juga sebagian saya kutip secara utuh dengan sedikit perbaikan demi mengantar pembaca kepada pendapat saya tentang Borges namun juga penghargaan atas karyanya serta tak lupa hasil penerjemahan Hasif Amini.

3 Bandingkan dengan sumber terjemahan yang digunakan Hasif dari teks berbahasa Inggris oleh James E. Irby, The Labyrinth: Selected Stories and Other Wrintings Jorge Luis Borges, Middlesex England: Penguin Books Ltd., 1964,p. 28,”… the visible universe was an illusion (or more precisely) a sophism. Mirror and fatherhood are abominable because they multiply and disseminate that universe.”

4Amini, Hasif, ibid., hlm.1-15.

5Wanamaja SJ, J., Elementa Linguae Latinae III, Surabaja: P.N. Karya Tjotas.1964.

6 Tokoh itu tidak aku temukan baik dalam Encarata, Encylopaedia Britanica (baik yang berbentuk buku maupun CD-Rom) ataupun Encyclopedia Americana.

7 N.R.F atau La Nouvelle Revue française, merupakan jurnal sastra dan seni terkemuka di Prancis pada masa perang dunia ke II yang didirikan pada bulan Februari 1909 oleh André Gide, Jacques Copeau, and Jean Schlumberger. Awalnya, jurnal ini bersifat independen; setelah kependudukan Jerman pada tahun 1940, juranl ini menjadi pro-fasis dibawah editor Pierre Drieu La Rochelle (Encyclopaedia Britanica Deluxe Edition CD-Rom)

8 Ezequel Martinez Estrada (1895-1964) adalah seorang penyair Agentina; salah satu karyanya yang terkenal, Radiografía de la pampa (X-ray of the Pampa). Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.

9 Pierre Drieu La Rochelle (1893-1945) adalah seorang penulis Prancis, yang hidup dan karyanya (novel, cerita pendek, dan esai-esai politik) menggambarkan kecarutmarutan orang-orang muda pada masa perang dunia pertama. Ia pernah terlibat dalam gerakan surealis Prancis. Ini tampak dari karya-karyanya: L'Homme couvert de femmes (1925; “The Man Covered With Women”), dan Le Feu follet (1931; The Fire Within, or Will o' the Wisp; filmed by Louis Malle in 1963). La Comédie de Charleroi (1934; The Comedy of Charleroi and Other Stories), sebuah memoar tentang perang; Rêveuse bourgeoisie (1937; “Dreamworld Bourgeoisie”); novel terbaiknya, Gilles (1939) adalah karya-karyanya belakangan. Namun, pada masa perang dunia kedua ia memiliki simpati terhadap fasisme (Encyclopaedia Britanica Deluxe Edition CD-Rom)

10 Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2000, hlm.666-672. Itu juga dapat dilihat pada Bakker Anton, Ontologi Metafisika Umum: Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan, Yogyakarta, 1992, hlm 32.

11 Bdk. Suseno, Franz Magnis, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius,1992, hlm.74; Atau dapat dilihat dalam Hardiman, Budi F., Filsafat Modern: dari Machiaveli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia, 2004, hlm. 85-93.

12Bdk. Hardiman, Budi F., Ibid., hlm.82-85.

13 Amini, Hasif, ibid.,hlm.44-61.

14 Petikan ini diambil dari cerpen Borges yang berjudul Tema Penghianat dan Pahlawan, Ibid.,hlm.76

Tidak ada komentar: