Jumat, 23 November 2007

MEMBUAT PUISI

Oleh Cindy Hapsari

Barusan ada permainan yang menyengsarakan. Gadis kecil bilang kupi dan kacang tak cukup untuk. Gambar-gambar terlalu sederhana buat. Walau surealis sekalipun;

Lalu gadis kecil mengelak. Rambutnya adalah puisi. Yang tidak boleh terkepang. Nanti rumit kalau kamu mau makan…Gadis kecil mengambil ember. Menyirami pagar tanpa tanaman. Dan bunga-bunga di awan. Senja yang mekar berwarna sejuta…

Aku buat puisi mama..
Gadis kecil menarik rok ibunya yang si daun pintu, Aku buat kata tak berpilin mama… Gadis kecil bergelayut di ayahnya, di mur batas ikat

Mereka adalah tiga yang berkumpul .
Jika dahulu disebut tiga menguak takdir. Gadis kecil, ayah dan ibunya.
Pohon-buah dan akarnya. Nama-bentuk-juga isinya. Tiga ikat, tiga dirangkai. Tiga disatu limas memuncak. Mereka adalah para pekerja. Yang menggoreng hari dengan wijen-wijen pengalaman-alam. Dan wajannya dendang hiburan.

Sudah digoreng anakku? Tanya si ibu. Sudah dijemur sebelumnya; jawab si gadis kecil. Ia garing , renyah dan asin sedikit. Sudah disabuni anakku? Si ayah ikut nimbrung. Kemarin sudah direndam dalam mesin cuci dan diperas 7 kali.

Baiklah. Mereka sama-sama tertawa. Tiga merangkai satu dikepal. Bersama. Sampai puyuh angin datang menghadang.

Ditepuk bangga tengkuk gadis kecil. Ia masih bergelayut di daun pintu. Terkikik. Ayo mari makan, ini puisi goreng untukmu…

September 1 2004

Tidak ada komentar: