Jumat, 23 November 2007

Oleh Cindy Hapsari

Ada sebuah kidung tentang manusia yang berjalan. Ia menapak senja
tiada habis dimakan bulan. Berkata ia pada hatinya sendiri. Di manakah
bunda meletakkan rahimnya? Sambil berkata, air mata berlinan mencari
muara kepedihan. (Biar tampung semua terangkat pada surga). (Dan)
sambil menoleh dia lihat kisah yang berjajar di bawah pohon bambu.
(Dan sambil menoleh dia lihat nisan yang berjajar di bawah peraduan
kamboja). Ia menatap sendu dan berkata adakah waktu punya ruang
yang sesungguhnya bisa memberi makan semua. Sang manusia (pejalan)
meniti matahari yang kemerahan, sama seperti darah yang jadi saksi
korban kehidupan. Ia berjalan. Ia menatap. Ia menangis.
Lalu, begitu.

31 agustus 2004
pada kisah perjalanan

Tidak ada komentar: