Jumat, 23 November 2007

1. Cerita Pembuka, 2 Cerita Penutup

Sejak awal, aku tahu maksudmu, Kawan! Dan, senyumku tumpah tak tertahankan mengingat apa yang terbersit dalam benakku malam itu.

***
Bodoh! B-o-d-o-h ?

Apa yang barusan tetua katakan? Aku telah melaksanakan tugasku dengan baik. Sesuai perintah. Aku bahkan masih mengingat dengan jelas kata tetua. Tarik pemicu pada hitungan ketiga! Dan, suatu ledakan besar terjadi. Pasukan kita terpukul mundur. Aku tambah tak paham lagi. Tetua berdiri membelakangi tembok, dan memerintahkanku menghantam mukanya pada hitungan ketiga. Satu. Dua. Tiga. Tinjuku kuarahkan ke mukanya. Sekuat tenaga. Aduh! Tanganku bengkak memerah. Tetua memiringkan kepalanya ke kanan rupanya. Itulah yang membuatku masih mengingat perkataannya. Tetua meneriakkan kata aneh: Ingat, garda depan! Ooo, yang terpenting adalah menyelamatkan muka! Setelah meninggalkan tetua, teman-teman bertanya kepadaku mengapa pasukan kita terpukul mundur. Di depan mereka, aku menirukan kata tetua tadi. Mereka tak mengerti rupanya. Mohon dijelaskan! Katanya. Salah satu dari antara mereka. Eh, tapi di sini tak ada tembok. Baiklah aku akan menjadi temboknya. Aku butuh dua orang. Untuk memerankan diriku dan tetua. Ha, mereka melakukannya dengan baik. Sekarang, pukul pada hitungan ketiga! Satu. Dua. Tiga. Buk! Kupikir, mereka telah mengerti. Aku senang sekali. Tapi, yang tak kumengerti, mataku berkunang-kunang. Dan, dunia berubah jadi gelap. Buk! Ah, aku tambah tak mengerti.

***

Aku tahu, Kawan! Mukaku merah ungu tak terselamatkan oleh ceritamu malam itu. Sekarang, gantian aku yang akan bercerita. Namun, ini hanya cerita soal tanya-jawab teman lama yang juga mengutipnya dari sebuah buku. Mungkin, pengarangnya juga mengutipnya dari orang lain lagi. Ha-ha-ha…, ingat, yang terpenting adalah menyelamatkan muka!



***

Di hadapanku, berdiri Caesar yang telah menawan Asterix atas tuduhan spionase.:”Tahukah kamu apa yang sedang kupikirkan?” kata Caesar” Hukuman apa yang pantas bagi seorang pemberontak? Gantung atau Pancung?”

“Keduanya sekaligus, hukuman yang pantas bagi seorang pemberontak: Pancung setelah itu gantung. Atau sebaliknya.”

Caesar diam sejenak, lalu berkatalah ia,“ Keduanya, tidak mungkin. Pertama, tidak ada penjahat yang mempunyai dua leher. Kedua, tidak ada penjahat yang memiliki nyawa rangkap!”

“Anda cukup pintar, Caesar” sahutku, ” pemuda Galia pembuat Menhir ini tak perlu lagi menjawab apa yang sedang Anda pikirkan.”

Caesar tertawa. Lepas. Aku tahu bahwa nyawa Asterix itu tidak berharga baginya. Namun, jauh dari itu aku sangat tahu ia menginginkan Galia. Akhirnya, Asterix dibebaskan tanpa syarat, dan aku dijamunya untuk bercakap soal jual beli Menhir antara kekaisaran Rum dan negeri Galia.

***

Tahukah, setelah teman lamaku menceritakan hal itu kepadaku, dia tak pernah lagi muncul?Namun aku masih menikmati senyum yang tertumpah oleh karenanya. Bagaimana denganmu, Sobat?

Tidak ada komentar: